APLIKASI PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH
SEBAGAI SOLUSI REGENERASI PENUTUR BAHASA DAERAH
Naufal Kurniawan, Delfi Vijja Paramita
GooYoobs
Indonesia
kurniawannaufal19@gmail.com, delfivijja@gmail.com
Abstract
The
Indonesian Language Agency mapped there are 11 extinct, 19 threatened, and 2
critical local languages. But, until now there's still no comprehensive
solution to solve the problem of the critical and extinction of local
languages. There are three things discussed in this study. First, why are the
local languages being in critical and endangered situations? Second, how to
solve this problem? Third, what is the future initiation in order to ensure
that local languages will be preserved? This research is a field research using
qualitative methods. Data collection is using interview, observation and
documentation techniques. This research uses a sociological approach which is a
descriptive-analytic method. In addition, this study also uses the Theory of
Communicative Action by Jurgen Habermas. The research found three things.
First, the causes of critical and endangered local languages are Migration,
Mixed Marriage, Cultural Discrimination, Colonialism & War, and Education
System. Second, the solution to preserve the existence of local languages from
time to time is to require local language education be inserted in the
education curriculum of schools. Third, the future initiation in order to
maintain the local languages sustainability is to create a local language
learning application fun and interactively.
Keywords: local language, communication, learning method, digital
innovation, application
Abstrak
Badan Bahasa Indonesia memetakan ada 11
bahasa yang punah, 19 bahasa yang terancam, dan 2 bahasa lokal yang kritis.
Namun, sampai sekarang masih belum ada solusi komprehensif untuk mengatasi
penyebab bahasa lokal menjadi kritis dan punah. Ada tiga hal yang dibahas dalam
penelitian ini. Pertama, mengapa bahasa daerah berada dalam situasi kritis dan
terancam punah? Kedua, bagaimana cara mengatasi masalah ini? Ketiga, inisiasi
masa depan apa yang dapat memastikan bahwa bahasa daerah akan terlestarikan?
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan metode kualitatif.
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis yang merupakan metode
deskriptif-analitik. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan Teori Aksi
Komunikatif oleh Jurgen Habermas. Penelitian ini menemukan tiga hal. Pertama,
penyebab bahasa daerah menjadi kritis dan hampir punah adalah Migrasi,
Perkawinan Campuran, Diskriminasi Budaya, Kolonialisme & Perang, dan Sistem
Pendidikan. Kedua, solusi untuk melestarikan keberadaan bahasa daerah dari
waktu ke waktu adalah dengan mewajibkan pendidikan bahasa daerah dimasukkan ke
dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Ketiga, inisiasi di masa depan untuk
menjaga keberlanjutan bahasa daerah adalah dengan membuat aplikasi pembelajaran
bahasa daerah yang menyenangkan dan interaktif.
Kata Kunci: bahasa
daerah, komunikasi, metode pembelajaran, inovasi digital, aplikasi
PENDAHULUAN
Berdasarkan UU no. 5 tahun 2017 tentang objek
pemajuan kebudayaan, terdapat 10 macam objek pemajuan kebudayaan yang mana
salah satu diantaranya ialah bahasa; yaitu sistem tanda bunyi yang disepakati
untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja
sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mengatakan
bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah bahasa daerah terbanyak kedua di
dunia setelah Papua Nugini dan berdasarkan data dari LIPI, dari total 7.100
bahasa yang ada di dunia, 10% nya berada di Indonesia. Ada sebanyak 652 bahasa
daerah di Indonesia sebagai salah satu kekayaan terbesar yang dimiliki
Indonesia selain sumber daya alam. Namun, menurut UNESCO, 15 hari sekali bahasa
daerah terancam punah.
Bahasa daerah ini terancam keberadaannya dikarenakan
kemajuan teknologi yang ada saat ini yang menggantikan bahasa Indonesia dan
bahasa daerah dengan bahasa asing dan bahasa Slang. Pemerintah menaruh banyak perhatian untuk melestarikan
bahasa daerah di tengah kondisi kemajuan teknologi ini. Tetapi, pemegang kunci utama untuk
terlestarinya bahasa daerah ini, yaitu masyarakat sendiri masih belum paham
manfaat dari eksistensi bahasa daerah.
Oleh karena itu, dibuatlah penelitian yang bertujuan
untuk: a.) Untuk mengetahui pentingnya bahasa daerah, b.) Untuk mengetahui
kondisi bahasa daerah di berbagai daerah saat ini c). Untuk mengetahui cara
melestarikan bahasa daerah di era globalisasi dan teknologi 4.0.
Hipotesis dari penelitian ini adalah a.) Bahasa
daerah penting untuk komunikasi dan pengakraban sosial, b.) Bahasa daerah saat
ini sedang kritis dan terancam punah, C.) Pelestarian bahasa daerah perlu
relevan dengan globalisasi dan era teknologi 4.0.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini fokus pada pentingnya bahasa daerah dan cara melestarikannya. Penelitian
ini adalah penelitian lapangan atau field research, yakni a.) Observasi
partisipatif, teknik ini digunakan untuk mendapatkan data dilapangan untuk
terlibat langsung dalam kegiatan bahasa daerah. b.) Wawancara, Bentuk wawancara yang digunakan penelitian
dalam penelitian ini adalah wawancara secara terstruktur dimana pedoman
wawancara disusun berupa garis – garis yang akan ditanyakan. Dalam hal ini,
penelitian melakukan wawancara dengan pelaku bahasa daerah dan semua stakeholder. c.) Dokumentasi , Dalam
penelitian ini dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang telah di
peroleh dari observassi, wawancara, dan catatan lapangan sehingga data yang
diperoleh lebih kredibel atau dapat dipercaya.Seperti buku, journal,
ensiklopedia, dan dokumentasi lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penulis menggunakan
pemikiran Jurgen Habermas. Menurut Habermas, Dalam menjelaskan sebuah interaksi
sosial dan mencapai goals untuk
mengharmoniskan situasi Jurgen Habermas menggunakan teori tindakan komunikatif.
Dalam mengembangkan teori ini, Habermas menganggap tidakan komunikatif (kommunikatives Hendeln) merupakan
tindakan yang terarah pada consensus yang lebih fundamental daripada tindakan
strategis untuk menghaşilkan mekanisme sosial.[1]
Dalam mengembangkan
teori ini, Habermas menunjukkan bahwa semua komunikasi tanpa paksaan dan bebas
akan memunkinkan hal positif atau tanggapan negatif terhadap tiga kalim. Dalam
hal ini Habermas membagi tiga model dasar untuk tindakan kominikatif yaitu
menjadi pernyataan fakta, ekspresi perasaan atau perintah.[2] Dari sinilah
setiap subjek dapat memperertanyakan kebenarannya, ikhlasannya atau
legitimasinya. Dalam sebuah konsensus Habermas menggunakan istilah Lebenswelt (lifeworld) yang menunjukkan bahwa
masyarakat mereproduksi diri dengan tindakan interpretatif meneruskan generasi
dimana anggota secara intersubjektif saling bertukar orientasi dunia dan
definisi situasional yang tersimpan didunia kehidupan.[3]
Di dalam lifeworld atau dunia kehidupan, Habermas
mengembangkan tiga lingkup kehidupan dunia, yang meliputi “budaya, masyarakat,
kepribadian. Menurut Habermas budaya merupakan istilah untuk bekal pengetahuan
darimana peserta masuk kedalam komunikasi untuk memasak diri dengan
interpretasi ketika mereka datang kesuatu pemahaman tentang suatu di dunia.
Dalam memandang terminologi yang kedua adalah masyarakat, Habermas melihat
bahwa istilah masyarakat merujuk untuk melegitimasi tatanan melalui peserta
yang mengatur keanggotaannya dalam kelompok sosial yang mampu menjamin
solidaritas.[4] Sedangkan istilah terakhir adalah kepribadian yang dipandang
oleh Habermas sebagai istilah yang digunakan untuk kompetensi yang membuat
subjek berbicara dan bertindak, yang membuatnya berada dalam posisi untuk
mengambil bagiaan dalam proses mencapai pemahaman dan dengan demikian
menegaskan identitas dirinya sendiri. [5]
Jorge Jurgen Habermas
dalam Teori tindakan komunikatif sangat erat kaitannya dengan bahasa daerah,
budaya, dan karifan lokal. Di Semarang, yang selalu berbahasa Jawa, memang
bahasa Jawa masih dituturkan sampai sekarang. Demikian juga untuk bahasa Sunda,
Bali, Palembang, Bugis, dll, yang tentu masih dituturkan di daerahnya. Akan
tetapi, yang menjadi perhatian juga, yaitu bahasa-bahasa daerah lain yang saat
ini masih sedikit penuturnya. Inilah yang menjadi perhatian kita untuk
melestarikan bahasa daerah sesuai dengan motto utamakan bahasa Indonesia,
lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing.[1]
Kalau bahasa Jambi sama seperti di Sumatera Selatan. Namun, bahasa Jambi
memiliki ciri khasnya sendiri. Dalam pergaulan sehari-hari, memang masih
menggunakan bahasa Jambi, tetapi kosa kata asli Jambi banyak yang sudah
dilupakan oleh remaja. Bahasa di Jambi, yaitu Melayu Jambi. Kalau orang Melayu
ujung katanya diubah jadi "e", kalau Melayu Jambi diubah menjadi
Jambi.[2] Di Jambi juga terdapat aksara yang hampir punah, yaitu aksara incung.
Aksara itu asalnya dari Kerinci, tetapi ada juga beberapa daerah di sekitar
Provinsi Jambi yang memiliki aksara yang serupa. Untuk persebaran aksara incung
dapat dilihat hanya ada di daerah yang berbukit ;
Di Morowali, Sulawesi Tengah, mayoritas penduduk menggunakan bahasa
Bungku untuk berkomunikasi. Namun, di era kiwari, orang-orang mulai jarang
berkomunikasi menggunakan bahasa Bungku karena pergeseran zaman dan para orang
tua tidak mengajarkan bahasa Bungku ke anak-anaknya. Dan di daerah industri,
pergeseran kebudayaan cepat berubah. Bahasa Bungku tidak memiliki aksara dan dalam
pengucapannya mirip, seperti bahasa Jepang.[3] Sedang kuliah di Jogja dan sudah
tidak lagi menggunakan bahasa Bungku, kecuali kalau teleponan dengan orang tua
di kampung. Teman-teman di Jogja malah tidak mau menggunakan bahasa Bungku
karena GENGSI. Pikiran semacam ini yang harus diubah. Bahasa ini bisa punah ke
depannya jika penuturnya sudah mulai enggan menggunakannya dan sudah tidak ada
pewarisan dari generasi muda.[4]
Berbicara tentang aksara, di Jawa juga terdapat aksara Jawa dan sekarang
masih diajarkan di sekolah-sekolah sebagai muatan lokal. Hanya saja jarang
orang menggunakannya dan hanya untuk plang nama jalan saja, misalnya di wilayah
keraton yang masih menggunakan aksara Jawa. Aksara Jawa keluar sekolah secara
umum seperti dianggap sudah tidak ada. Kalau di Malang itu bahasanya sederhana
dan sudah jarang yang bisa unggah ungguhing boso atau bahasa Jawa yang
bertingkat, seperti krama buat orang tua. Semua dipukul rata menggunakan bahasa
Jawa kasar.[5]
Bahasa Makassar sudah masuk menjadi salah satu mata pelajaran wajib di
kurikulum 2013 yang diberlakukan untuk kalangan pelajar. Namun, melihat
kenyataan di masyarakat penutur bahasa Makassar kian menurun. Konteks
pengunaannya pun hanya digunakan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua
yang berkomunikasi menggunakan bahasa Makassar ini untuk generasi muda. Kalau
untuk dewasa madya (kisaran 40 tahunan ke atas) masih banyak yang menggunakan
bahasa Makassar sebagai bahasa pergaulan, sebab hal tersebut dianggap sebagai
bentuk penghormatan kepada lawan bicara.[6]
Data Grafik Survei
Kuisioner
Bahasa
daerah penting untuk dilestarikan, yaitu ; a.) Bahasa daerah perlu dilestarikan
sebab bahasa daerah merupakan bagian dari identitas, b). Sebagai bukti bahwa
Indonesia itu besar dan beragam, bukan hanya suku tetapi juga bahasa. Alangkah
menarik jika setiap daerah juga masih memakai bahasa daerahnya, akan menjadi
berwarna, c.) Tidak bisa dipungkiri bahasa Indonesia sedikit banyak juga
berasal dari bahasa daerah. Jadi, bahasa daerah tidak akan sekokoh itu kalau
tidak dijaga. Saya bangga menjadi orang Malang karena bahasa Walikan, d). Itu
tidak bisa dipungkiri, seperti sabda Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yaitu
setinggi-tingginya kalian belajar, ingatlah identitas kalian. Artinya
bagaimanapun tingginya kedudukanmu, jangan lupa identitas etnis kalian
masing-masing. e.) Bahasa daerah itu bagian dari kebudayaan itu sendiri, kalau
bahasa daerah sampai punah, meskipun tarian dan budaya khas daerah lainnya
masih ada, justru akan terasa hambar, Contohnya, yaitu orang Melayu. Orang
Melayu terdahulu itu terkenal dengan seni lisan, seperti pantun dan syair, dan
proses pewarisan pun juga banyak dari lisan. Jadi, bahasa daerah adalah suatu
hal yang penting bagi budaya itu sendiri, f.)Dengan berkomunikasi menggunakan
bahasa daerah, kita akan dikenali dengan bahasa tersebut. Dengan kata lain,
bahasa tersebut menjadi ciri khas yang dapat menjadi identitas untuk kita.[7]
Data Grafik Survei
Kuisioner
Baku bae merupakan
istilah bahasa daerah Ambon yang arti intinya, yaitu kita damai/baikan. Baku
bae dijadikan salah satu alat untuk menyelesaikan konflik antar agama di Ambon.
Konflik di Ambon korbannnya banyak sekali, baik dari pihak Islam maupun
Kristen. Konflik tersebut merupakan
konflik besar yang berkepanjangan. Bahkan, termasuk salah Satu konflik terbesar
di Indonesia. Tidak hanya bakar-bakaran, tetapi juga terdapat pembantaian,
krisis kepercayaan, dll. Konflik tersebut berawal dari salah paham antarwarga
kampung Islam dan kampung Kristen. Dan sudah sangat susah untuk didamaikan.
Tiap kelompok tersebut memiliki pasar sendiri. Bayangkan saja ketika pasar yang
merupakan tempat orang untuk belanja kebutuhan sehari-hari pun harus dipisah,
seperti orang Islam tidak boleh lewat jalan orang Kristen dan begitu juga sebaliknya.
Konflik ini sudah sangat parah.
Setelah dilakukan riset
yang cukup lama dan detail, ditemukanlah istilah lokal “Baku Bae” tersebut.
Kemudian, baku bae dikembangin dan diimplementasikan ke tokoh-tokoh pemuka tiap
kelompok dan mulai diterapkan ke masyarakat. Hal awal yang dilakukan oleh tim
dan pemuka serta tokoh-tokoh setempat, yaitu membuka pasar baku bae. Pasar itu
merupakan pasar pertama pasca konflik yang diperuntukkan bebas bagi kelompok
manapun dan orang bebas berinteraksi dengan kelompok manapun tanpa adanya rasa
takut. Akhirnya, cara itu berhasil untuk menghentikan konflik dan peace
building dan hal lainnya dapat segera dilakukan. Jika dilihat dari perspektif
bahasa dan kearifan, jelas sangat terlihat pentingnya bahasa daerah dan
kearifan lokal.[8]
KESIMPULAN
Bahwa
teori tindakan komunikatif jorge hebermas sangat erat kaitannya dengan
penggunaan bahasa daerah ; a.) hipotesis 1 ternyata benar, b) hipotesis 2
ternyata benar dan hipotesis c.) hipotesis 3 ternyata benar. Oleh karenanya
kata hikmah
Jurgen Habermas - Teori tindakan komunikatif
Jurgen Habermas - Teori tindakan komunikatif
1. Pernyataan Fakta :
mengungkapkan fakta tersirat dan karifan lokal nenek moyang (budaya)
2. Ekspresi Perasaan –
emosional, menyentuh hati, ekonomi jual beli lebih kekeluargaan (masyarakat)
3. Perintah – amanah
leluhur untuk menjaga kesopanan (kepribadian
DAFTAR PUSTAKA
[1] Hardiman,
F. Budi. Demokrasi Deliberatif Menimbang “Negara Hukum“ dan Ruang Publik
dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius, 2009.
[2] Hebermas,
Jurgen. Theory of Communicative Action, Vol. 2: Lifeworld and System: A
Critique of Fungtionalist Reason, Terj. Thomas A. McCarthy . Buston: Beacon
Press,1987.
[3] Hebermas,
Jurgen. Theory of Communicative Action, Vol. 2: Lifeworld and System: A
Critique of Fungtionalist Reason, Terj. Thomas A.
[4] Hasil
wawancara Tony Ekaputra, Minggu, 27 Oktober 2019 pukul 15.00 lewat online atau
dalam jaringan (Daring).
[5] Hasil
wawancara Muhammad
Aji
Minggu, 27 Oktober 2019 pukul 20.29 ewat online atau dalam jaringan (Daring).
[6] Hasil
wawancara Dahniar
Arsyiad
Minggu, 27 Oktober 2019 pukul 20.45 ewat online atau dalam jaringan (Daring).
[7] Hasil
wawancara Hanif Minggu, 27 Oktober
2019 pukul 20.55 ewat online atau dalam jaringan (Daring).
[8] Hasil
wawancara Ismaniar
Ditasbhi
Minggu, 27 Oktober 2019 pukul 20.57 ewat online atau dalam jaringan (Daring).
0 Komentar untuk "APLIKASI PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH SEBAGAI SOLUSI REGENERASI PENUTUR BAHASA DAERAH "