Hidup Adalah Tanggung Jawab, Pengabdian, dan Ibadah

Filsafat Agama - Pengalaman Religious




MAKALAH
PENGALAMAN RELIGIOUS
Makalah Tugas Induvidu Mata Kuliah Filsafat Agama
Dosen Pengampu : Drs. Muhammad Rifa'i, MA


Di SusunOleh :
Naufal

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Jl. Marsda Adisucipto – Yogyakarta
2015


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul   Pengalaman religious
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat  tuntunan Tuhan yang maha Esa , kami berterima kasih kepada Dosen pengampu kami, karna membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisan. Namun demikian kami telah berusaha dengan segala kemampuan kami melakukan yang terbaik.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca makah ini.




                                                            Yogyakarta , 5 Oktober 2015



                                                                        Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………
Daftar Isi …………………………………………………………………….
BAB  I            PENDAHULUAN …………………………………………............
A.    Latar Belakang ..............……………………………….
BAB II                        PEMBAHASAN ……………………………………………
A.    Definisi Pengalaman Religious …………......................
B.     Tipe – Tipe  Pengalaman Religious ...............................
C.     Dua Model Untuk Memahami Pengalaman Religious ....
BAB III          PENUTUP ………………………………………………….
A.    Kesimpulan ……………………………………………..
B.     Saran ……………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pengalaman beragama merupakan pengalaman kerohanian, orang mengalami dunia sampai batasnya seakan akan menyentuh apa yang berada di luar duniawi. Pengalaman beragama yang khas itu merupakan tanda adanya tuhan dan sifat-sifat-Nya. Akan tetapi karena pengalaman itu dirasakan oleh manusia maka sering kali pengalaman kequdusannya menjadi dangkal.
Pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragam, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah). Karenanya, psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama.
Pengalaman keagamaan adalah suatu yang pasti dan tenang bahwa mereka mempunyai perhubungan dengan suatu zat, dan perhubungan ini memberikan arti untuk hidup.

Abidah dkk.  Kesadaran Beragama dan Pengalaman Beragama. 2010.
Rasjidi. Filsafat Agama. 1965. Jakarta: Bulan Bintang.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Pengalaman Religious
               
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengalama Adalah peng·a·lam·an n yg pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb)ber·peng·a·lam·an v mempunyai pengalaman; telah banyak pengalaman. [1]

Religious adalah  yang berhubungan dengan agama, beragama, beriman pelajaran agama saleh. a r. person seorang yang sangat saleh. -religiously kk. dengan tekun dan setia. She exercises r. Ia berlatih dengan tekun. [2]
Pengalaman keagamaan didefinisiskan sebagai penyaksian Tuhan atau perkara-perkara gaib lainnya. Jika penyaksian itu berhubungan dengan hal-hal yang bersifat inderawi, maka hal tersebut disebut dengan pengalaman inderawi. Tetapi jika penyaksian tersebut berhubungan dengan Tuhan atau hal-hal yang berasal dari-Nya, maka disebut pengalaman keagamaan[3]. Dalam pengalaman keagamaan, Tuhan memanifestasikan diri-Nya sendiri dalam wujud para pesuluk (orang yang meniti jalan ruhani). Terkadang pengalaman keagamaan juga meliputi terkabulnya doa dan penyembuhan penyakit. Tetapi dalam kerangka pembahasan filosofis, pengalaman keagamaan dibatasi oleh pengalaman-pengalaman yang mengandung pengetahuan tentang Tuhan.
Rudolf Otto dan Schleiermacher beranggapan bahwa pengalaman keagamaan adalah inti dan substansi agama, pemikiran agama dan akhlak lebih bersifat aksiden. Dalam pandangan Otto, jika agama dipahami dan diyakini berdasarkan pengenalan rasionalitas atas wujud dan sifat-sifat Tuhan, maka akan terdapat kesalahan dalam pemahaman agama.[4]
Pengalaman keagamaan adalah substansi agama dengan makna bahwa hakikat agama adalah perasaan khas yang lahir ketika berhadapan dengan hakikat tak terbatas. Hal-hal lain, seperti pemikiran agama, amal perbuatan dan akhlak tidak termasuk dalam hakikat dan inti agama. Oleh karena itu, jika keadaan perasaan tersebut hadir pada diri seseorang, maka dia disebut memiliki agama. Tetapi jika sebaliknya, maka dia tidak dikategorikan sebagai orang yang beragama. Apabila perasaan tersebut semakin sempurna, maka agama pun semakin sempurna. Agama dan perasaan berbanding lurus.
Pengalaman keagamaan adalah inti dan substansi agama dengan tafsiran bahwa ia merupakan tujuan dan maksud hakiki agama. Ibn ‘Arabi menerima pengalaman keagamaan sebagai substansi agama dalam pengertian tersebut. Menurut dia, syariat adalah jalan yang mengantarkan pesuluk mencapai penyaksian (syuhudi) dan penyatuan dengan nama-nama dan sifat-sifat Tuhan. Tingkatan inilah yang dimaksud tujuan dan kesempurnaan agama. Jadi, kesempurnaan agama seseorang bergantung pada kemanunggalannya dengan nama dan sifat Tuhan. Semakin banyak dia menyerap nama dan sifat Tuhan, semakin sempurna agamanya.
[1]  .Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
[2] . Kamus Translite English - Indonesia
[3] . Ilahiyat Falsafi, hal.269, Mohammad Rezayi.
[4] .Jastarhaye Dar Kalâm Jadid, hal. 175, Ali syirwani.

B.     Tipe – Tipe  Pengalaman Religious
Bentuk tipe – tipe  pengalaman religious Indonesia, yaitu :
1. Pengalaman interpretatif
Yang dimaksud dengan pengalaman interpretative (interpretative experiences) adalah warna pengalaman agama ini bukan disebabkan oleh kekhususan-kekhususan pengalaman itu sendiri, tetapi ditentukan oleh penafsirannya atas agama.
Jadi, pelaku yang meraih pengalaman keagamaan, memandang pengalamannya sendiri berdasarkan suatu penafsirannya atas agama. Seperti seorang muslim yang memandang kematian anaknya sebagai balasan atas dosanya sendiri, atau seorang penganut Kristen menafsirkan kematian anaknya sebagai ikut serta dalam penderitaan Isa As. Jadi, mereka bersabar dalam musibah tersebut dan menghasilkan ekspresi kejiwaan dalam bentuk kesedihan, kenikmatan atau kebahagiaan.
Poin penting dalam masalah ini adalah dengan bantuan penafsiran, maka semua hal yang terjadi dalam kehidupan dapat diwarnai dengan warna keagamaan, lantas diamalkan dan dihayati. Sisi epistemologi  dalam pengalaman ini bukanlah hal yang dipentingkan.[10]
2. Pengalaman inderawi

Pengalaman inderawi (sensory experience) adalah pengalaman yang bersifat penginderaan yang dipengaruhi oleh lima panca indera. Penglihatan-penglihatan yang bersifat keagamaan, perasaan menderita ketika melakukan pengamalan keagamaan, melihat malaikat, mendengar wahyu dan percakapan Musa as dengan Tuhan, kesemuanya itu dikategorikan dalam pengalaman inderawi.[11]
3. Pengalaman wahyu
Pengalaman ini meliputi wahyu, ilham dan bashirah yang seketika. Pengalaman wahyu (revelatory experience) yang bersifat seketika, tanpa penungguan sebelumnya, hadir dalam diri pesuluk. Dan warna keagamaan pengalaman ini berkaitan dengan isi dan makna dari wahyu tersebut. Menurut Davis, pengalaman ini memiliki lima kriteria:
1.      Bersifat tiba-tiba dan waktunya yang singkat;
2.      Meraih pengetahuan baru tanpa tafakkur dan argument;
3.      Berpengaruhnya faktor eksternal;
4.      Keyakinan akan kebenaran yang diperoleh;
5.      Tidak dapat dijelaskan dan digambarkan.[12]
4. Pengalaman pembaharuan

Pengalaman ini merupakan bentuk pengalaman keagamaan yang paling umum. Pengalaman pembaharuan (regenerative experiences) ini adalah pengalaman yang menjadikan keimanan pelaku semakin bertambah sempurna. Pengalaman ini merubah secara drastis keadaan jiwa dan akhlak pelaku. Seseorang akan merasa bahwa Tuhan sedang mengarahkan dirinya kepada hakikat kebenaran.[13]


5. Pengalaman mistik
Pengalaman mistik (mystical experience) merupakan salah satu bentuk pengalaman keagamaan yang paling penting. Rudolf Otto dalam karyanya[14], membagi pengalaman mistik menjadi dua bagian:
a. Pengalaman yang berhubungan dengan sisi internal jiwa
Pada dimensi ini pesuluk memperhatikan ke dalam diri dan tenggelam dalam lautan kejiwaannya, serta berupaya menyelam ke dasar jiwa untuk meraih kekuatan suci. Seorang pesuluk, berupaya jauh dari pengaruh indera lahiriah dan lebih memperhatikan sisi-sisi batin. Hal ini dicapai dengan pemusatan konsentrasi pada satu perkara. Ketika dia berhasil meraih kesempurnaan konsentrasi, tahap selanjutnya adalah menghilangkan semua rasa dan menghapus semua gambaran inderawi dan gambaran pikiran hingga mencapai “kekosongan” dan “ketiadaan” yang sempurna. Menurut para arif, pesuluk yang sampai pada tingkatan ini, akan meraih pengetahuan sejati dan suci. Dapat dikatakan bahwa arif dalam pengalaman ini, lepas dari perasaan ego dan menyatu dengan ego suci.
b. Pengalaman yang berkaitan dengan penyaksian kesatuan wujud
Sisi ini memiliki tiga tingkatan:
Pertama, arif mengetahui adanya kesatuan alam. Fenomena-fenomena alam menjadi satu kesatuan dengan diri arif.
Kedua, bukan hanya alam tapi juga ada kekuatan supra natural yang mempengaruhinya. Arif melihat kesatuan lewat kejamakan alam.
Ketiga, alam menjadi “tiada” dalam pandangan arif, dia memandang kesatuan tanpa kejamakan alam. Yang ada hanyalah kesatuan itu sendiri.[15]

[10] . Mabani nazari tajrebeye dini, hal.118, Ali syirwani.
[11] . ibid.
[12] . The evidential force of religious experience, hal 39-44, Davis.
[13] . Mabâni Nazari Tajrebey-e Dini, hal. 121, Ali Syirwani.
[14] . The Idea of the Holy, hal 10, Otto.
[15] . Mabâni Nazari Tajrebey-e Dini, hal.122, Ali syirwani.

C.     Dua Model Untuk Memahami Pengalaman Religious
ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan:

Pertama: Syuhud[21] memiliki tingkatan dan derajat yang berbeda. Pada tingkatan tertentu, yaitu penyaksian hal-hal yang particular, terkadang menghadirkan keraguan dan ketidakyakinan.

Kedua: Syuhudnya para arif bagi orang-orang yang tidak mencapai tingkatan tersebut tidaklah menghasilkan keyakinan. Dan syuhud tersebut juga tidak bisa dijadikan dalil untuk menolak dan membatalkan kesyuhudan orang lain.[22]

Jadi, seseorang yang tidak dapat meraih pengetahuan syuhudi, bisa menjadikan pengetahuan syuhudi orang lain sebagai sumber pengetahuan dan keyakinan, manakala keberadaan pengetahuan syuhudi tersebut dapat diargumentasikan. Dan argumentasi ini -secara langsung- menetapkan hakikat dan eksistensi yang disyuhud tersebut, seperti argumen yang secara langsung menetapkan eksistensi Tuhan.

Kelemahan lain yang mendasar dari argumen ini adalah adanya ketidakpastian bahwa yang ditetapkan itu adalah wujud Tuhan. Karena bisa saja wujud yang dirasakan kehadirannya itu merupakan wujud-wujud gaib selain Tuhan, seperti malaikat, jin dan syaitan. Jadi argumen ini tidak mampu secara langsung menetapkan keniscayaan dan keesaan wujud Tuhan.

 [21] . Penyaksian langsung hakikat-hakikat metafisik.
[22] .. Tabyin Barâhin Itsbat-e Khudâ, hal. 259, Ayatullah Jawadi Amuli


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengalaman beragama merupakan pengalaman kerohanian, orang mengalami dunia sampai batasnya seakan akan menyentuh apa yang berada di luar duniawi. Pengalaman beragama yang khas itu merupakan tanda adanya tuhan dan sifat-sifat-Nya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengalama Adalah peng·a·lam·an n yg pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb)ber·peng·a·lam·an v mempunyai pengalaman; telah banyak pengalaman. [1]

Religious adalah  yang berhubungan dengan agama, beragama, beriman pelajaran agama saleh. a r. person seorang yang sangat saleh. -religiously kk. dengan tekun dan setia. She exercises r. Ia berlatih dengan tekun.

Pengalaman keagamaan didefinisiskan sebagai penyaksian Tuhan atau perkara-perkara gaib lainnya. Jika penyaksian itu berhubungan dengan hal-hal yang bersifat inderawi, maka hal tersebut disebut dengan pengalaman inderawi.
B.     Saran
Maka dengan adanya materi Filsafat Agama tentang Pengalaman Religion .marilah kita memahami mendalam tentang pengalaman agama terutama dalam hal ini mengetahui Faktor External / internal yang mempengaruhi pengalaman agama. Agar terciptanya masyarakat yang aman , tentram , dan damai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dari segi penulisan.Kami mengharap kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi perbaikan makalah ini. Semoga mkalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi para pembaca.Amin





























DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Abdul Azis et.al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid IV, Cet. I; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.

Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Himpunan peraturan perundang-undangan dalam lingkungan peradilan agama (Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 2003.

Ahmad, Amrullah et.al., dimensi hukum islam dalam sistem hukum nasional: mengenang 65 tahun prof Dr. Bustanul Arifin,  S. H, Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Aulawi, Wasit. Pernikahan Harus Melibatkan  Masyarakat, Mimbar Hukum, No. 28, 1996.

al-Bukhari, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Mughirah bin Bardazbah. Shahih al-Bukha>ri, Juz IV, Beirut: Da>r Muthabi’i, t.th.

Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "Filsafat Agama - Pengalaman Religious"

Back To Top