KEMATANGANBERAGAMA (MATURE RELIGION)
KH. ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)
Tugas
Kelompok Mata Kuliah
Psikologi Agama
Dosen Pengampu : Dr. Sekar Ayu Aryani M.A
Di Susun Oleh :
Naufal
Hariri
Oda
Diego Dendi Saputra
Aprilia
Husna Maimana
STUDY
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur atas
kehadirat Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Hasil Penelitian ini yang berjudul “Kematangan Beragama (Mature Religion) KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) “
Penulis menyadari bahwa
dalam pembuatan Laporan Hasil Penelitian ini berkat tuntunan Tuhan yang maha Esa , kami berterima
kasih kepada Dosen pengampu kami, karna membantu kami dalam pembuatan Laporan
Hasil Penelitian ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam proses penulisan
Laporan Hasil Penelitian ini masih
jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun
cara penulisan.
Namun
demikian kami telah berusaha dengan segala kemampuan
kami melakukan yang terbaik.
Kami
berharap semoga Laporan Hasil
Penelitian ini
dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca .
Yogyakarta
,
6 Desember 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ………………………………………………………………
Daftar
Isi …………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………..
A.
Latar
Belakang ..............……………………………….
BAB II PEMBAHASAN
……………………………………………
A. Biografi KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ..............
B. Kematangan Beragama Gus Dur (G.W. Allport)
..........
C. Kematangan Beragama Gus Dur (W. James)
................
D. Kematangan Beragama Gus Dur (Wieman)
.................
E. Kematangan Beragama Gus Dur (E.Fromm) ...............
F. Kematangan Beragama Gus Dur (Ide Tambahan) .......
G. 10
pertanyaan penilaian kematangan beragama .......
BAB III PENUTUP ………………………………………………….
A.
Kesimpulan
……………………………………………..
B.
Saran
……………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
K.H. Abdurahman
Wahid yang lebih akrab dipanggil Gus Dur termasuk tokoh yang banyak memiliki
gagasan kreatif, inovatif dan solutif tersebut. Pemikirannya yang terkadang
keluar dari tradisi Ahl Al-Sunnah wal Jama’ah menyebabkan ia menjaditokoh
kontroversial. Perannya sebagai Presiden Republik Indonesia yang
keempat menyebabkan ia memiliki kesempatan dan peluang untuk memperjuangkan tercapainya
gagasan-gagasan itu. Sebagai seorang ilmuan yang genius dan cerdas, ia juga
melihat bahwa untuk memberdayakan umat Islam, harus dilakukan dengan cara
memperbarui pesantren. Atas dasar ini ia dapat dimasukkan sebagai tokoh
pembaharu pendidikan Islam. Di tengah-tengah situasi reformasi yang menghendaki
dilakukannya penataan ulang terhadap berbagai masalah: ekonomi, politik,
sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya, sangat dibutuhkan adanya
pemikiran-pemikiran kreatif, inovatif dan solutif.
Nata Abudin, Tokoh-tokoh
Pembauran Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Dr.(H.C.) K. H. Abdurrahman al-Dakhil
Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga
2001.
Abdurrahman
Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan
bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai
hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban
1359 Hijriah, sama dengan 7 September 1940.
Ia
lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang
Penakluk".Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama
"Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur.
"Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak
kiai yang berati "abang" atau "mas".
Gus
Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang
sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak
ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama
yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis
dan menjadi Menteri
Agama
tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah
Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah.
Gus
Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia
adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara
kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan
Demak
B. Kematangan Beragama Gus Dur (G.W. Allport : Aspek
Akademik)
Mengenai riwayat pendidikannya Aspek
Akademik , Abdurahman Wahid mulai menuntut ilmu :
1) SD Jakarta 1947-1953
2) SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) di Jakarta dan Yogyakarta,
1953-1957
3) Pondok pesantren Rapyak, Yogyakarta, 1954-1957
4) Pondok pesantren Tegalrejo, Magelang Jawa Tengah, 1957-1959
5) Pondok pesantren tambak beras, sambil mengajar di Madrasah Mualimat Tambak
Beras Jombang, 1959-1963.
6) Belajar di Ma’had
al-Dirosah al-Islamiyah (Departement og Higer Islamic and Arabic Studies)
al-Azhar Islamic University, Cairo Mesir, 1964-1969.
7) Belajar di Fakultas Sastra Universitas Bagdad Irak, 1970-1972.
8) Menjadi dekan dan dosen Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Asyari Tebu
Ireng Jombang., 1972-1974.
9) Sekretaris pondok pesantren Tebu Ireng, Jombang 1974-1979.
10) Pengasuh Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan, 1979 sampai sekarang.
11) Pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Denanyar Jombang, 1996 sampai sekarang.
12) Anggota Dewan Universitas Saddam Husain Bagdad.
GuruAbdurahman Wahid antara lain; Hasyim
Asyari, Wahid Hasyim, Kiyai Khudari, Rufiah, Iskandar, K.H. Fatah, K.H.
Masduki, Bisri Samsuri, Kiyai Fatah.
Romdono Muslim,
S.Ag, Tokoh Muslim Indonesia, (Jakarta : Restu Ilahi, 2005)
C. Kematangan Beragama Gus Dur (W. James : Aspek
Spiritual )
a) Gus Dur Bapak Pluralisme Indonesia
Syafi’i Anwar mengatakan bahwa Gus Dur adalah bapak
pluralisme Indonesia. Wimar Witoelar menambahkan bahwa beliau sebetulnya juga
adalah bapak plularisme dunia, mengingat bahwa dunia kini kekurangan tokoh
pluralisme dan bahkan didominasi oleh pemimpin eksklusif dari semua pihak.
Pluralisme dan Pembelaan adalah dua kata kunci dalam
kumpulan tulisan Abdurrahman Wahid ini. Tulisan berangkat dari perspektif
korban, terutama minoritas agama, gender, keyakinan, etnis, warna kulit, posisi
sosial. ‘Tuhan tidak perlu dibela,’ kata Gus Dur, tapi umatNya atau manusia
pada umumnya justru perlu dibela.
Buku ‘Islamku, Islam Anda,
Islam Kita’ telah diminta untuk dialihbahasakan ke tujuh bahasa yaitu
Jerman, Belanda, Prancis, Inggris, Jepang, Korea, dan China.
Label
: Aswaja (Lonceng Buku “Islamku, Islam Anda , Islam Kita . Karya Gusdur)
b) Ketauhidan Gus Dur
Ketauhidan
bersumber dari keimanan kepada Allah sebagai yang Maha Ada, satu-satunya Dzat
hakiki yang Maha Cinta Kasih, yang disebut dengan berbagai nama. Ketauhidan
didapatkan lebih dari sekadar diucapkan dan dihafalkan, tetapi juga disaksikan
dan disingkapkan. Ketauhidan menghujamkan kesadaran terdalam bahwa Dia adalah
sumber dari segala sumber dan rahmat kehidupan di jagad raya. Pandangan
ketauhidan menjadi poros nilai-nilai ideal yang diperjuangkan Gus Dur melampaui
kelembagaan dan birokrasi agama. Ketauhidan yang bersifat ilahi itu diwujudkan
dalam perilaku dan perjuangan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan dalam
menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
c) Spiritualitas Gus Dur
Sebagaimana banyak di ketahui, KH.
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tdk bisa dilepaskan dari dunia spiritual. Banyak
kejadian yg tdk terjangkau pikiran manusia kebanyakan ternyata dilakukan Gus
Dur, mantan Presiden RI ke-4 itu.
Alkisah pada suatu ketika Prof. Dr. Mahfudh MD, SH mantan ketua MK, bertanya kpd Marsilam Simanjuntak seorang yg dikenal cukup dekat dgn Gus Dur, sekalipun ia seorang non muslim."Sebagai kawan lama Gus Dur, apakah Pak Marsilam mempercayai kegaiban?" tanya Pak Mahfudh.
Jawaban Marsilam cukup mengejutkan Pak Mahfudh. Marsilam mengatakan bahwa sebenarnya dia tdk pernah percaya pada hal-hal itu.
"Tetapi, saya memang punya pengalaman agak aneh dgn Gus Dur," ungkap Marsilam dgn mimik wajah serius yg kemudian bercerita tentang kejadian pada 1999. Pada pertengahan 1999, kelompok Forum Demokrasi (Fordem) mengadakan rapat utk menggeser Gus Dur dari jabatan ketua. Menurut Marsilam, teman-temannya di Fordem banyak mengeluh krn Gus Dur telah lupa pada Fordem dan lebih banyak mengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Utk itu, Gus Dur akan diminta mundur dari jabatannya itu, sebelum diminta forum, Gus Dur langsung menyatakan akan berhenti krn merasa dirinya memang tdk tepat lagi memimpin Fordem.
Gus Dur mengaku sangat sibuk dan tdk punya waktu utk trs memimpin Fordem. Gus Dur juga mengatakan bahwa dia tdk terampil dan teliti seperti Marsilam. "Lagi pula, kemarin saya didatangi oleh Mbah Hasyim yg memberitahu bahwa bulan Oktober ini saya akan jadi Presiden. Jadi, saya tdk bisa trs di Fordemn" demikian Gus Dur menceritakan adanya berita ghaib dari kakeknya, KH. Hasyim Asy'ari. Padahal, pada saat itu nama Gus Dur blm muncul sebagai calon Presiden yg signifikan. Poros tengah yg kemudian mengusung nama Gus Dur saja ketika itu blm lahir.Tidak aneh, kata Marsilam, banyak di antara org Fordem yg mendengar pidato Gus Dur itu menanggapinya dgn sikap berbeda-beda. Ada yg tertawa krn menganggap Gus Dur melakukan improvisasi atas pengunduran dirinya, ada yg seperti sedih krn menganggap Gus Dur sdh tdk normal, tetapi ada juga yg heran krn ekspresi Gus Dur cukup serius ketika mengatakan itu. Dan ternyata, pada Oktober 1999 Gus Dur benar-benar menjadi Presiden sesuai dgn pesan ghaib yg kata Gus Dur sendiri diterima dari KH. Hasyim Asy'ari
Alkisah pada suatu ketika Prof. Dr. Mahfudh MD, SH mantan ketua MK, bertanya kpd Marsilam Simanjuntak seorang yg dikenal cukup dekat dgn Gus Dur, sekalipun ia seorang non muslim."Sebagai kawan lama Gus Dur, apakah Pak Marsilam mempercayai kegaiban?" tanya Pak Mahfudh.
Jawaban Marsilam cukup mengejutkan Pak Mahfudh. Marsilam mengatakan bahwa sebenarnya dia tdk pernah percaya pada hal-hal itu.
"Tetapi, saya memang punya pengalaman agak aneh dgn Gus Dur," ungkap Marsilam dgn mimik wajah serius yg kemudian bercerita tentang kejadian pada 1999. Pada pertengahan 1999, kelompok Forum Demokrasi (Fordem) mengadakan rapat utk menggeser Gus Dur dari jabatan ketua. Menurut Marsilam, teman-temannya di Fordem banyak mengeluh krn Gus Dur telah lupa pada Fordem dan lebih banyak mengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Utk itu, Gus Dur akan diminta mundur dari jabatannya itu, sebelum diminta forum, Gus Dur langsung menyatakan akan berhenti krn merasa dirinya memang tdk tepat lagi memimpin Fordem.
Gus Dur mengaku sangat sibuk dan tdk punya waktu utk trs memimpin Fordem. Gus Dur juga mengatakan bahwa dia tdk terampil dan teliti seperti Marsilam. "Lagi pula, kemarin saya didatangi oleh Mbah Hasyim yg memberitahu bahwa bulan Oktober ini saya akan jadi Presiden. Jadi, saya tdk bisa trs di Fordemn" demikian Gus Dur menceritakan adanya berita ghaib dari kakeknya, KH. Hasyim Asy'ari. Padahal, pada saat itu nama Gus Dur blm muncul sebagai calon Presiden yg signifikan. Poros tengah yg kemudian mengusung nama Gus Dur saja ketika itu blm lahir.Tidak aneh, kata Marsilam, banyak di antara org Fordem yg mendengar pidato Gus Dur itu menanggapinya dgn sikap berbeda-beda. Ada yg tertawa krn menganggap Gus Dur melakukan improvisasi atas pengunduran dirinya, ada yg seperti sedih krn menganggap Gus Dur sdh tdk normal, tetapi ada juga yg heran krn ekspresi Gus Dur cukup serius ketika mengatakan itu. Dan ternyata, pada Oktober 1999 Gus Dur benar-benar menjadi Presiden sesuai dgn pesan ghaib yg kata Gus Dur sendiri diterima dari KH. Hasyim Asy'ari
Label : Aswaja
D. Kematangan Beragama Gus Dur (Wieman : Aspek Sosial)
Persaudaraan bersumber dari prinsip-prinsip penghargaan atas
kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan semangat menggerakkan kebaikan.
Persaudaraan menjadi dasar untuk memajukan peradaban. Sepanjang hidupnya, Gus
Dur memberi teladan dan menekankan pentingnya menjunjung tinggi persaudaraan
dalam masyarakat, bahkan terhadap yang berbeda keyakinan dan pemikiran.
Contoh
Kearifan lokal bersumber dari nilai-nilai sosial-budaya yang berpijak pada
tradisi dan praktik terbaik kehidupan masyarakat setempat. Kearifan lokal
Indonesia di antaranya berwujud dasar negara Pancasila, Konstitusi UUD 1945,
prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan seluruh tata nilai kebudayaan Nusantara yang
beradab. Gus Dur menggerakkan kearifan lokal dan menjadikannya sebagai sumber
gagasan dan pijakan sosial-budaya-politik dalam membumikan keadilan,
kesetaraan, dan kemanusiaan, tanpa kehilangan sikap terbuka dan progresif
terhadap perkembangan peradaban.
E. Kematangan Beragama Gus Dur (E.Fromm : Aspek
kemanusiaan)
Kemanusiaan
bersumber dari pandangan ketauhidan bahwa manusia adalah mahluk Tuhan paling
mulia yang dipercaya untuk mengelola dan memakmurkan bumi. Kemanusiaan
merupakan cerminan sifat-sifat ketuhanan. Kemuliaan yang ada dalam diri manusia
mengharuskan sikap untuk saling menghargai dan menghormati. Memuliakan manusia
berarti memuliakan Penciptanya, demikian juga merendahkan dan menistakan
manusia berarti merendahkan dan menistakan Tuhan Sang Pencipta. Dengan
pandangan inilah, Gus Dur membela kemanusiaan tanpa syarat.
F. Kematangan Beragama Gus Dur (Ide tambahan)
Agama
sebagai kekuatan yang memberi makna pada kehidupan. Pembebasan bersumber dari
pandangan bahwa setiap manusia memiliki tanggungjawab untuk menegakkan
kesetaraan dan keadilan, untuk melepaskan diri dari berbagai bentuk belenggu.
Semangat pembebasan hanya dimiliki oleh jiwa yang merdeka, bebas dari rasa
takut, dan otentik. Dengan nilai pembebasan ini, Gus Dur selalu mendorong dan
memfasilitasi tumbuhnya jiwa-jiwa merdeka yang mampu membebaskan dirinya dan
manusia lain.
Muslim Romdono, 72 Tokoh Muslim Indonesia, Jakarta: Restu
Ilahi, 2005.
·
3 hal pertanyaan kematangan beragama atau beragama yang
matang , yaitu :
1) Apa Definisi tentang beragama yang matang ?
Jawab : Perspektif
induvidu = titik tertinggi perkembangan agama seseorang , Perspektif konsep
ideal = suatu konsep untuk mengukur semua perkembangan agama.
2) Apa ciri – ciri seseorang beragama
yang matang itu ?
Jawab : Karakteristik kematangan beragama G.W.Allport (Aspek
Akademik), Karakteristik kematangan beragama W.James (Aspek spiritual),
Karakteristik kematangan beragama Wieman (Aspek Sosial), Karakteristik
kematangan beragama E.From (Aspek kemanusiaan),dan Aspek tambahan lainnya.
3)
Adakah orang yang beragamanya matang ini, merujuk pada
frofesi / pekerjaan / jabatan tertentu atau tidak ? Jelaskan !
Jawab : Gus Dur , tidak merujuk pada frofesi / pekerjaan /
jabatan tertentu.
·
10 Pertanyaan untuk menilai keagamaan yang matang , yaitu :
1) Is it primary ? Apakah keagamaan(Gus
Dur)muncul dari kebutuhan induvidu yang mendesak atau suatu kepura – puraan?
Jawab : keagamamaan (Gus Dur) merupakan kebutuhan induvidu dan (Gus
Dur) banyak di pengaruhi oleh genetik serta lingkungan pesantren.
2) Is it fresh ? Apakah sesegar
keagamaan anak yang penuh rasa ingin tahu dan ketakjuban ?
Jawab : (Gus Dur) selalu ingin tahu , haus akan ilmu. Dibuktikan
dengan tholabul ilminya dari pesantren di indonesia sampai ke luar negri cairo
al – azhar , bagdad , irak , german , prancis , dan belanda.
3)
Is it self – critical ? Apakah induvidu dapat melihat kelemahan
dalam keagamaannya sekaligus tetap loyal terhadap keagamaannya ?
Jawab : (Gus Dur) bisa melihat kelemahan dalam keagamaannya dengan
intropeksi diri dan bertanya kepada bapak beliau wahid hasyim , sekaligus (Gus
Dur) loyal terhadap keagamaannya dengan mengajar di pondok pesantren bapak
beliau agar ilmu yang telah dipelajari bermanfaat bagi sesama.
4) Is it free from magic ? Apakah
keagamaannya semata karena ketundukan kepada Tuhan atau alat bagi keamanan /
keuntungan pribadi ?
Jawab : keagamaan (Gus Dur) semata hanya mengharap Ridho’ Allah
Swt.
5) Is it meaningfully dynamic ? Apakah
agama memberi makna bagi kehidupan dan menjadi sumber motivasi ?
Jawab : agama menjadi makna dalam kehidupan (Gus Dur), dengan
memperkokoh spiritualitas menjadi pondasi kita untuk senantiasa dijalaNya.
6) Is it integrating ? Apakah Agamanya
mengintegrasikan semua aspek kehidupannya dan konsisten dengan moralnya ?
Jawab : agama (Gus Dur) mengintegrasikan semua aspek kehidupan
dan menjadi moral yang berakhlaqul qarimah seperti sikap beliau yang sederhana
dan tawadhuk.
7) Is it socially effective ? Apakah
keagamaannya memperkuat kepedulian sosialnya ?
Jawab : dengan memperdalam agama (Gus Dur) , beliau bisa
memperkuat kepedulian sosial seperti sedekah kepada fakir miskin , saum (puasa)
untuk merasakan sesama yang kekurangan,dll.
8) Does it demonstrate humility ? Apakah kerendahan hati
(Gus Dur)di_demonstrasikan?
Jawab: (GusDur) memiliki sifat tawadhuk dan humoris murni dari diri beliau sendiri.
9) Is it growing ? Apakah keimanannya
meningkat baik dalam dalam hal pencarian kebenaran yang lebih dalam maupun
dalam memberi manfaat kepada orang lain
?
Jawab : ketika (Gus Dur) meningkatkan keimanannya meningkat baik
dalam dalam hal pencarian kebenaran dan mampu mengajarkan ilmunya di pesantren
bapak beliau wahid hasyim dan mengajari kepada santri – santri nya tentang ilmu
yang didapatinya selama tholabul ilmi.
10) Is it creative ? Apakah keagamaannya
menunjukkan hasil ijtihadnya atau sekedar mengulang – ngulang keagamaan orang
lain ?
Jawab : ijtihad : usaha sungguh – sungguh oleh ahli agama untuk
mencapai hukum syarak. (Gu Dur) juga
ikut serta ijtihad dalam beberapa hal keagamaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hikmah
yang bisa dipetik dari penilitian tentang “Kematangan
Beragama (Mature Religion) KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) “adalah bagaimana kita
selalu memperdalam keilmuan kita (Intelektualitas) dan diimbangi dengan ilmu
agama yang mendalam juga (Spiritualitas) serta tidak lupa tetap bersosial ,
saling membantu sesama , dan menjaga tali silaturrahim.
B.
Saran
Maka
dengan adanya penelitian tentang “Kematangan
Beragama (Mature Religion) KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) “.marilah kita teladani Gusdur, menjadi contoh
dengan sikap beliau yang penuh dengan kesederhanaan , mengayomi ,dan humoris.
Sepatutnya kita menjadikannya motivasi untuk kita selalu haus akan ilmu dan
berbuat kebajikan.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini banyak kekurangan
baik dari segi
materi maupun dari
segi penulisan.Kami mengharap kritik dan saran
dari
pembaca yang membangun demi perbaikan
penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat
bagi kami khususnya dan umumnya bagi
para pembaca.Amin
DAFTAR PUSTAKA
Nata Abudin, Tokoh-tokoh Pembauran Pendidikan Islam
di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Romdono Muslim, S.Ag, Tokoh Muslim Indonesia, (Jakarta :
Restu Ilahi, 2005)
Label : Aswaja (Lonceng Buku
“Islamku, Islam Anda , Islam Kita . Karya Gusdur)
Muslim Romdono, 72 Tokoh Muslim Indonesia, Jakarta: Restu
Ilahi, 2005
0 Komentar untuk "LAPORAN HASIL PENELITIAN KEMATANGANBERAGAMA (MATURE RELIGION) KH. ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)"